Sabtu, 20 Desember 2014
teori etika teleologi
Teleologi berasal dari akar kata Yunani, telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan , logos, perkataan.Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu.Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18.Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan.Perbedaan besar nampak antara teleologi dengan deontologi.Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya.Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah.Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan jahat.Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya.Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara.Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah dari deontologis.Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan "benar" dan "salah".Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Teleologi
Contoh Kasus Teori Teleologikal
Contoh Kasus Teori Teleologikal
Febri merupakan seorang yang berasal
dari golongan sangat mampu. Febri mempunyai teman bernama Asep. Asep seorang
anak pertama dan berasal dari keluarga tidak mampu, pekerjaan orang tuanya
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan perut. Belum lagi saudara Asep banyak
berjumlah 8 saudara. Walaupun begitu Asep mempunyai cita-cita tinggi yaitu
ingin melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama di luar negeri. Tetapi
sayang, cita-citanya mesti terhalang oleh tingginya biaya yang mesti
dikeluarkan. Febri tau hal ini dan ingin memberikan bantuan pada Asep. Tetapi
Febri sadar keinginan tersebut terhalang oleh orang tuanya yang tidak bersedia
meminjamkan karena keluarganya walaupun sangat mampu tapi sangat pelit.
Alhasil, Febri berbohong pada orang tuanya dengan alasan yang Febri buat.
Akhirnya Febri diberikan uang. Lalu ia memberi uang tersebut kepada Asep. Asep
sangat berterimakasih karena berkat bantuan yang diberikan cita-cita Asep dapat
tercapai. Berbohong merupakan perbuatan yang buruk. Tetapi, akibatnya adalah
kebaikan, kenapa dikatakan sebagai kebaikan karena berbohong untuk membantu
orang yang tidak mampu.
Sumber : http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2013/04/contoh-kasus-teleologikal-teori.html
Minggu, 26 Oktober 2014
Etika dan Bisnis
Etika Utilitarianisme dalam bisnis
Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral
yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai
prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu
perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen
atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari
kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika
yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah
kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana
keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.
Menurut paham
Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. jadi
kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan
berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.
Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi
rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak
lebih berharga daripada kepentingan individual. secara universal semua pebisnis
dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat
diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat
yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional
sangat mulia. dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect,
yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin
merusaka kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya
upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan
jaman.
di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan
perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian.
proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada
kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi
juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan
konsumen dalam bisnis. dalam dunia bisnis dikenal corporate social
responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. suatu pemikiran ini
sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai
tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara
umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti
menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna
sumber daya tersebut.
kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang
mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai
tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan
bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan
konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi
keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis,
karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif
di masyarakat umum. namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan
menambah) peningkatan pendapat perusahaan.
Analisa keuntungan dan kerugian
Utilitarianisme mengatakan bahwa
tindakan yang benar adalah yang memaksimalkan utiliti, yaitu memuaskan
preferensi yang berpengetahuan sebanyak mungkin.
Dalam pandangan kaum utilitarian-aturan, perilaku tak
adil dalam mendeskriminasi kelompok-kelompok minoritas menyebabkan meningkatnya
ketakutan pihak lain dengan mengalami aturan yang mengijinkan diskriminasi.
Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang
dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Analisis
keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang dan untuk jangka
panjang.
Kelemahan Etika Utilitarianisme
• Manfaat
merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan
menimbulkan kesulitan yamg tidak sedikit.
• Tidak
pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya
memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
• Tidak
pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
• Variabel
yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
• Seandainya
ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
Etika dan Bisnis
Kamis, 01/11/2007 10:27 WIB
SBY Langgar Etika Jika Bertemu Pengusaha Bermasalah
Anwar Khumaini - detikNews
Jakarta - Presiden SBY dikabarkan melakukan pertemuan dengan bos
Grup Raja Garuda Mas, Sukanto Tanoto, sebelum lebaran. Artikel di harian Bisnis
Indonesia hari ini juga menuliskan bahwa dalam kunjungan SBY ke Jepang beberapa
waktu lalu pemilik Great River, Sunjoto Tanudjaja, masuk dalam daftar
rombongan. Padahal, status Sunjoto masih dicekal oleh Imigrasi atas permintaan Bapepam
dan Kejagung. Secara etika, seorang pejabat publik seharusnya tidak melakukan
pertemuan dengan para pengusaha yang bermasalah. Apalagi, anak perusahaan milik
Tanoto, Asian Agri, sebentar lagi akan dibawa ke pengadilan. "Saya kira
secara etika harusnya ini tidak dilakukan oleh pejabat publik, itu pelecehan
terhadap publik. Seharusnya orang-orang yang punya masalah hukum tidak didekati
oleh pejabat, apalagi bertemu," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik
ICW, Fahmi Badoh, kepada detikcom, Kamis (1/11/2007). Para pengusaha
yang bermasalah, menurut Fahmi, justru harusnya diberi sanksi sosial agar
mereka jera dan tidak lagi melakukan perbuatan yang dapat merugikan keuangan
negara. "Mereka harus diberi sanksi sosial, tidak hanya oleh masyarakat
tapi juga oleh pemerintah," kata Fahmi. Fahmi khawatir, pertemuan tersebut
dapat mempengaruhi proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Apalagi pejabat
publik yang melakukan pertemuan ini adalah seorang presiden. "Kita
takutkan pemerintah akan mengintervensi proses hukum yang sedang mereka
alami," tandasnya. Pihak Istana sendiri mengaku tidak tahu menahu soal
pertemuan SBY dengan Sukanto Tanoto.
Langganan:
Postingan (Atom)