Metode ilmiah atau proses
ilmiah (bahasa Inggris : scientific method)
merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis
dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat
berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu
hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori
ilmiah.
Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau dalam bahasa
inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses berpikir untuk
memecahkan masalah secara sistematis,empiris, dan terkontrol.
Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk
memecahkan masalah
Metode ilmiah
berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau pemecahannya.
Proses berpikir ilmiah dalam metode ilmiah tidak berangkat dari sebuah asumsi,
atau simpulan, bukan pula berdasarkan data atau fakta khusus. Proses
berpikir untuk memecahkan masalah lebih berdasar kepada masalah nyata. Untuk
memulai suatu metode ilmiah, maka dengan demikian pertama-tama harus dirumuskan
masalah apa yang sedang dihadapi dan sedang dicari pemecahannya. Rumusan
permasalahan ini akan menuntun proses selanjutnya.
Pada Metode Ilmiah, proses berpikir dilakukan
secara sistematis
Dalam metode
ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis dengan bertahap, tidak
zig-zag. Proses berpikir yang sistematis ini dimulai dengan kesadaran akan
adanya masalah hingga terbentuk sebuah kesimpulan. Dalam metode ilmiah, proses
berpikir dilakukan sesuai langkah-langkah metode ilmiah secara sistematis dan
berurutan.
Metode ilmiah didasarkan pada data empiris
Setiap metode
ilmiah selalu disandarkan pada data empiris. maksudnya adalah, bahwa masalah
yang hendak ditemukan pemecahannya atau jawabannya itu harus tersedia datanya,
yang diperoleh dari hasil pengukuran secara objektif. Ada atau tidak tersedia
data empiris merupakan salah satu kriteria penting dalam metode ilmiah. Apabila
sebuah masalah dirumuskan lalu dikaji tanpa data empiris, maka itu bukanlah
sebuah bentuk metode ilmiah.
Pada metode ilmiah, proses berpikir dilakukan
secara terkontrol
Di
saat melaksanakan metode ilmiah, proses berpikir dilaksanakan secara
terkontrol. Maksudnya terkontrol disini adalah, dalam berpikir secara ilmiah
itu dilakukan secara sadar dan terjaga, jadi apabila ada orang lain yang juga
ingin membuktikan kebenarannya dapat dilakukan seperti apa adanya. Seseorang
yang berpikir ilmiah tidak melakukannya dalam keadaan berkhayal atau bermimpi,
akan tetapi dilakukan secara sadar dan terkontrol.
Sikap
Ilmiah (scientific attitude)
Sikap ilmiah yang dimaksudkan di
sini adalah bagaimana perilaku keseharian yang ditunjukan oleh seorang peneliti
atau ilmuwan dalam proses mempelajari, melaksanakan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Sikap adalah jelmaan konsep dan prinsip yang tertanam dalam jiwa
seseorang. Jiwa yang penuh dengan konsep dan prinsip yang kokoh akan
membentuk prilaku yang ditunjukan seseorang dalam keseharian gerak kehidupannya
baik ucapan maupun perbuatan terhadap diri sendiri maupun juga orang lain atau
masyarakat luas bahkan juga terhadap alam semesta. Jiwa yang membimbing pribadi
untuk senantiasa selaras dalam harmoni alam semesta.
Sikap ilmiah secara waktu dan
tempat penggunaan dapat dibagi kepada dua yaitu;
A.Sikap
dan prilaku dalam Proses Keilmuan
Maksudnya
adalah ketika seorang melakukan penelitian atau mempelajari ilmu harus lah
mengikuti kaidah-kaidah keilmuan agar tidak terjadi bias dan kesalahan dalam
membuat keputusan keilmuan yang menghasilkan teori atau hukum. Dengan demikian
jika kaidah ini diabaikan maka sudah pasti teori yang dihasilkan akan menjadi
lemah dan salah dipergunakan serta tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan
bisa menjadi prejudice dan kumpulan asumsi belaka yang tidak dibangun di
atas proposisi yang kuat dan pembuktian melalui validitas dan reliabilitas yang
terukur secara empiris pula.
Sebaliknya jika kaidah tersebut diikuti dengan benar maka
proses keilmuan yang dilaksanakan bisa dipertanggungjawabkan meskipun teori
yang dihasilkan bersifat lemah.
Telah diketahui bahwa tingkat
kebenaran ilmu ditentukan oleh validitas dan reliabilitas yang keduanya
terkadang berpulang kepada si peneliti atau ilmuwan sendiri sebagai subjek.
Bagaimana si peneliti atau ilmuwan harus menguasai dan mengendalikan
sumber-sumber kelemahan/kesesatan validitas dan reliabilitas, baik yang
bersumber dari luar dirinya, muapun yang bersumber dalam dirinya sendiri. Oleh
karena itu, untuk tujuan tersebut, banyak cendikiawan ilmu mengajukan
unsur-unsur bagi peneliti atau ilmuwan tentang sikap ilmiah atau (scientific
attitude) yang harus dimiliki dan menjadi
ciri bagi peneliti. Secara pokok ada lima hal yang mencirikan sikap tersebut
(meskipun ada pula yang menambahkan budi pekerti lainnya). Kelima hal tersebut
adalah:
1.
Sikap ingin tahu (curiosity)
yaitu sikap bertanya/penasaran (bukan sok tahu) terhadap sesuatu karena mungkin
ada hal-hal/bagian-bagian/unsur-unsur yang gelap, yang tidak wajar, atau ada
kesenjangan. Hal ini bersambung dengan sikap-sikap skeptis, kritis tetapi
objektif dan free or not from etique?
2.Skeptis (ragu-ragu) yaitu bersikap
rag-ragu terhadap pernyataan yang belum terukur yang belum cukup kuat
dasar-dasar pembuktiannya.
3.Kritis yaitu cakap menunjukkan
batas-batas suatu soal, mampu membuat perumusan masalah, mampu menunjukkan
perbedaan dan persamaan sesuatu hal dibandingkan dengan yang lainnya
(komparatif), cakap menempatkan sesuatu pengertian pada kedudukannya yang
tepat.
4.Objektif yaitu mementingkan
peninjauan tentang objeknya, pengaruh subjek perlu dikesampingkan meskipun
tidak sepenuhnya. Dengan kata lain, memang tidak mjungkin mencapai objektifitas
yang mutlak.
5.Free from etique? Yaitu memang
benar bahwa ilmu itu monologis, artinya mempunyai tugas menilai apa yang benar
dan apa yang salah. Namun apakah tidak sebaiknya memperhatikan etika? Artinya
memperhaitkan pula apa yang baik dan apa yang buruk bagi kemanusiaan. “scence
is not only for science but also for people”. Mungkin masih ingat pula
pandangan Eisntein terhadap ilmu yang harus normatif. Science without
religion is blind, religion without science is lame.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar